Pihak sekolah diminta menaati aturan untuk tak melakukan tes membaca, menulis dan berhitung (calistung) pada calon murid kelas satu SD. Tes tersebut dikhawatirkan akan membuat anak stres, dan fobia pada sekolah.
Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI, Ipah Saripah, mengatakan aturan ini berlaku untuk sekolah mana pun, baik negeri maupun swasta.
"Semua anak berkesempatan sekolah tanpa harus diseleksi lebih dulu. Jadi tes-tes calistung pada saat penerimaan tidak boleh dilakukan," katanya pada acara syukuran kelulusan S1 Pendidikan Anak Usia Dini di Komplek Sekolah Santo Aloysius Yayasan Mardiwijana Bandung-Satya Winaya Jalan Trunojoyo, Selasa (30/4/2013).
Namun ia mengakui, ada saja sekolah yang menerapkan tes calistung seperti itu dengan alasan kuota yang terbatas. Namun hal tersebut tetap tak bisa dibenarkan karena akan membuat anak menjadi down karena tesnya terlalu akademis. Kalau pun ingin melakukan tes semacam saringan atau seleksi, bisa dengan cara lain seperti melihat kematangan emosi anak, pengetahuan diri anak, atau melihat kemandirian anak.
"Jadi bukan tes calistung karena anak sebenarnya siap belajar secara formal saat masuk SD. Di SD-lah anak diberi fondasi, bukan di taman kanak-kanak," katanya.
Ia juga menambahkan, bila sekolah tetap menerapkan tes saat pendaftaran murid baru, maka akan berakibat pada anak seperti anak mogok sekolah karena ia merasa tidak mampu. Dan, kalau pun anak tersebut mampu mengikuti tes, anak akan mengalami kejenuhan di tingkat SMP/SMA.
Hal serupa diungkapkan pakar pendidikan lainnya, Dr Sherly Iliana MM. Menurutnya, terpenting saat mengikuti kegiatan di sekolah, anak-anak harus merasa bahagia. Jangan anak-anak merasa terbebani saat belajar. Bila anak-anak gembira, maka transfer ilmu dari guru kepada anak-anak juga menjadi mudah. Apa yang diberikan guru bisa diterima oleh anak-anak.
"Harus pandai mengemas, dengan cara tepat, namun visual dapat, auditori juga dapat," katanya.
Larangan melakukan tes calistung bagi calon murid SD juga ditegaskan oleh Kabid SD Dinas Pendidikan Kota Bandung, Ende Mutaqin. Menurutnya, aturan penerimaan peserta didik baru bagi khusus calon murid kelas satu SD adalah dari usia dan domisili. Bila seorang anak sudah berusia minimal 7 tahun, maka bisa bersekolah di SD. Dan, itu pun harus dilihat dari domisili atau tempat tinggal.
"Sekolah memprioritaskan menerima murid yang domisilinya dekat dengan sekolah, selain itu lihat usianya, apakah sudah sesuai aturan yakni minimal 7 tahun atau tidak. Seleksi bukan dari tes calistung, tidak boleh. Ada aturannya. Itu tertuang dalam aturan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB," katanya.
(tribun/1/5/13)